Percakapan antara seorang ibu dan anak yang tertangkap indera pendengaranku entah mengapa membuatku merenungi sesuatu yang membawaku mengenang masa kecilku. Si anak sedang mengadu ke ibunya karena mainannya rusak. Dan si ibu dengan santainya memberi solusi atas aduan itu dengan menjanjikan membeli mainan baru untuk si anak.
Bagi diriku, percakapan itu cukup menggelitik untuk mengenang masa kecilku. Kala itu, selayaknya anak kecil lainnya, sering kali barang mainanku rusak karena ketidak hati-hatian atau karena tak sengaja dirusak kawan bermain. Tapi tak pernah sekalipun ketika barang atau mainanku rusak, mama atau papa buru-buru memberi solusi dengan membelikannya yang baru. Setiap barang atau mainan yang rusak, selalu saja diupayakan untuk diperbaiki terlebih dahulu. Rasa2nya kawan sepermainan dahulu juga memperlakukan barang-barangnya demikian. Diperbaiki-rusak lagi-diperbaiki lagi hingga mainan tersebut tak bisa digunakan lagi. Bahkan salah satu momen yang masih melekat diingatan kala itu adalah ketika aku membeli sepatu sekolah yang baru. Peraturan sekolah cukup ketat yang mengharuskan setiap siswa menggunakan sepatu hitam tanpa warna putih sama sekali. Tapi saat itu aku sudah terlanjur suka dengan sepatu hitam tapi punya bagian bawah berwarna putih. Dan aku memaksa untuk tetap dibelikan sepatu yang kuinginkan itu. Hingga saat masa sekolah dimulai, kebijakan tentang penggunaan sepatu hitam itu benar-benar diterapkan dengan ketat. Dan karena melanggar ketentuan, aku pun kena setrap dari sekolah. Sepulang dari sekolah, aku meminta dibelikan sepatu baru sesuai ketentuan sekolah. Tapi orang tuaku kala itu dengan tegas menolak permintaanku dan meminta aku untuk menerima konsekuensi pilihanku dan mencari solusinya. Hingga akhirnya sepatu itu tetap aku gunakan hingga tamat sekolah dengan bagian putihnya sudah ku cat menggunakan cat pilox hitam dimana sebelum ide menggunakan cat pilox ini tercetus, sepatu itu ku lapisi lakban hitam untuk menutupi bagian putihnya. 


Maka tak heran, percakapan antara ibu dan anak itu membuatku merenung. Karena tak hanya sekali ini percakapan demikian tertangkap indera pendengaranku.
Ditengah-tengah berbagai kemudahan yang tersedia dan ketergesaan dengan waktu, solusi instan seringkali menjadi pilihan orang-orang di masa kini. Sesuatu yang mungkin tidak kita sadari bisa saja kelak berefek negatif. Bisa saja solusi instan akan menumbuhkan manusia-manusia yang berpikir instan, berpikir mudahnya saja hingga akhirnya kehilangan spirit berjuangnya. Tidakkah pernah terpikir oleh kita, solusi2 instan yang kita berikan untuk anak-anak itu mungkin saja akan terprogram di alam bawah sadar mereka yang jangka panjangnya bisa saja berefek pada relasi mereka kelak.
Di masa ini kita seringkali menatap iri pada kakek-nenek kita, ayah-ibu kita yang masih saling menautkan tangan mereka dengan tatapan penuh cinta menapaki usia lanjut mereka. Karena bisa jadi, di masa lalu mereka dibesarkan dengan cara memperbaiki yang rusak bukan mengganti atau malah membuang yang rusak.
Semoga kita pun demikian, kala pasangan halal yang Allah pilihkan untuk kita nyatanya membuat kita kecewa atau tak sesuai harapan kita, semoga kita tak buru-buru berpikir untuk menggantinya. Tapi mengupayakan dengan sepenuh ikhtiar kita untuk sama-sama saling memperbaiki, sama-sama berjuang merekatkan yang retak agar kembali utuh. Karena Allah-pun selalu menilai prosesnya kan? Sementara hasilnya, biarkan Allah Yang Menetapkan. 
#selfreminder
Best Regard,
R.A.I.A
.::Rahmah Archivienna::
Masih di Bumi Holland-allo, 17:07:17
Doakan disegerakan ke negeri Holland yaa..^^
Share