undefined
undefinedundefined
Dalam Al Qur'an terjemah Indonesia, kata 'fu-ad' biasanya dimaknai 'hati dan pikiran'. Ketika Allah melarang kita mengikuti suatu hal tanpa proses pengetahuan (kognisi), Allah mengingatkan kita bahwa penglihatan dan pendengaran (sensori), dan fu-ad (memori plus persepsi) semuanya akan dipertanggungjawabkan.
"Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya, pendengaran, penglihatan dan fu-ad, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya." (Q.s. Al Israa' : 36)
Jika dihubungkan dengan masa lampau, fu-ad terkait dengan memori. Fu-ad merekam apa-apa yang diperoleh seseornag melalui proses penginderaan dan pembelajaran, merangkainya menjadi simpanan konsep. Jika dikaitkan dengan masa kini, fu-ad lekat dengan persepsi. Artinya, olahan dari konsep yang ada dalam simpanannya, ia gunakan untuk memandang berbagai kenyataan yang sedang dihadapinya.
Jika fu-ad mengembara ke masa depan, maka ia menggandeng visi. Dalam alam nyata, memori dan persepsi biasa kita ringkas menjadi pengetahuan. "Dan visi", kata Albert Einstein, "jauh lebih penting dari pengetahuan." Mengapa ? Pengetahuan bersifat lampau, sudah berlalu, dan terbatas. Sedangkan visi adalah masa depan yang tak terbatas. Visi lebih besar dari sejarah, lebih besar daripada beban kita, lebih besar dari luka nestapa emosi kita di masa lampau.
Dengan visi, kita membangun sebuah gambaran ideal dalam perspektif jangka panjang. Ada satu lukisan bening yang kita corat coretkan disana tentang mimpi, harapan, dan cita-cita kita. Akal kita dipenuhi pertimbangan, lalu melompat, berpikir di luar kotak secara strategis untuk mengantisipasi masa depan.
"Orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Rabb-nya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya." (Q.s Al Baqarah : 46)
Meski seputaran kita gelap pekat, visi yang bersinar terang dikejauhan akan memberi kita arah. Ia ada disana, bercahaya. Dan kita akan tetap menujunya meski harus merangkak, terantuk, terjerembab, dan kadang terperosok. Tapi pasti, di antara berbagai kejatuhan itu akan ada saat dimana kita bisa berlari, meloncat bahkan melayang dan terbang. Sementara mereka yang tanpa visi akan berdiri, berjongkok, berputar-putar, menggeloso dan menggigit jari.
"Tuli, bisu, dan buta, maka tidaklah mereka akan kembali." (Qs Al Baqarah : 18)
Ia yang punya keyakinan kuat pada visinya akan tertuntun, dan kesulitan-kesulitan pun melandai memberi jalan kepadanya. Ia yang tak yakin pada visinya akan sangat mudah menemukan alasan untuk berhenti. Perjalanan yang sulit. Bekal yang sedikit. Jarak yang selangit. Bagi mereka, alasan-alasan ini akan datang sendiri tanpa dicari. Karena selalu ada bagian jalan yang mendaki. Selalu ada bagian laut yang berbadai. Seperti kata para Badui yang tertinggal dan tak menyaksikan hari Hudaibiyah :
"...harta dan keluarga kami telah menyibukkan kami..." (Qs. Al Fath : 11)
Dan alangkah sedihnya jikalau cinta tak punya visi. Ia kecil. Mengerdil. Tak melewati batas-batas syahwat. Tak melampaui rasam-rasam emosi. Tak menjangkau ufuk-ufuk tinggi. Ia hanya menjadi kenangan lampau. Kenangan manis kini telah pergi, tapi yang pahit terus menghantui. Cinta hanya kenangan lama yang tak lebih dari jejak-jejak air mata. Kalaupun ada hari ini, ia hanya menjadi rindu semalam, cemburu sepagi, dan tengkar sesiang. Tak lebih. Tak bermasa depan.
"Masa depan milik Islam". Di jalan cinta para pejuang, kalimat itu seperti suluh nan jauh. Sungguh, hanya dengan visi yang besar, tinggi dan bening kita bisa menyusulnya. Maka pandanglah ujung perjalanan itu. Dan mari kita berangkat.....(Ustadz Salim A. Fillah)
Best Regard,
.::RahmahArchivienna::
Bumi Holland-allo, 07:15 am)
Bumi Holland-allo, 07:15 am)
Share
undefined
undefinedundefined
Dalam setiap pilihan hidup, seorang mukmin beristikharah pada Allah. Tetapi shalat istikharah itu hanyalah satu tahapan saja, sebagian dari tanda kepasrahannya kepada apa yang dipilihkan Allah bagi kebaikannya. Untuk dunia, agama, dan akhiratnya. Istikharah yang sesungguhnya dimulai jauh sebelum itu; dari rasa taqwa, menjaga kesucian ikhtiar, dan kepekaam dalam menjaga hubungan baik dengan Allah.
Ketiga segala sebelumnya dijalani dengan apa yang diatur-Nya, maka istikharah adalah saat bertanya. Pertama tentang pantaskah kita dijawab oleh-Nya. Yang kedua, seperti apa jawab itu. Yang ketiga beranikah kita untuk menerima jawab itu. Apa adanya. Karena itulah sejujur-jujur jawaban. Di situlah letak furqaan, kepekaan khas orang bertakqwa.
Karena soalnya bukanlah diberi atau tidak diberi. Soalnya, bukan diberi dia atau diberi yang lain. Urusannya adalah tentang bagaimana Allah memberi. Apakah diulurkan lembut dengan cinta, ataukah dilempar ke muka penuh murka. Bisa saja yang diberikan sama, tapi rasa dan dampaknya berbeda. Dan bisa saja yang diberikan pada kita berbeda dari apa yang diharap hati, tapi rasanya jauh melampaui. Disitulah yang kita namakan barakah.
Di jalan cinta para pejuang, ada taqwa yang menjaminkan barakah untuk kita. (Ustadz Salim A. Fillah)
Best Regard,
.::RahmahArchivienna::
Bumi Holland-allo, 06:21 am)
Share
Bumi Holland-allo, 06:21 am)
undefined
undefinedundefined
Hampir dua tahun silam, aku bertemu dengan seseorang
yang wajahnya terasa begitu familiar. Kala itu aku pikir dia kawan baikku
semasa ditanah rantau. Tapi setelah kuseksamai, ternyata bukan. Dan bulan demi
bulan berlalu setelah pertemuan yang terlupakan begitu saja, tak kusangka dia
hadir dilintasan istikharahku, kala seseorang nun jauh di negeri ginseng
mengkhitbahku.
Kala istikharahku tak berujung kata mantab, aku
memutuskan mencarinya. Mencari sosok yang bahkan namanya pun tak kuketahui.
Suatu keputusan tak berlogika memang. Kota kecilku terasa menjadi kota yang
begitu besar karena berbulan-bulan aku tak juga menemukan sosoknya.
Hingga akhirnya Allah mempertemukan kami dengan
skenario yang sungguh tak pernah aku duga. Bahkan hingga saat ini rasanya masih
takjub dengan cara Allah mempertemukan kami, meskipun pada akhirnya pertemuan
itu berhenti pada titik ini. Tapi tak mengapa. Aku sendiri yang meminta
pertemuan itu terjadi. Aku masih ingat isi doaku “ Duhai Rabb, jika pertemuan
kami membawa kebaikan, pertemukan kami. Tapi jikalau pertemuan kami tak membawa
kebaikan apapun, maka jangan pernah ijinkan kami bertemu”.
Jadi kalaupun pertemuan itu pada akhirnya berhenti
pada titik ini, bagiku tak mengapa. Karena ada banyak pelajaran hidup yang
dapat aku petik dari pertemuanku dengannya. Ada banyak kebaikan hidup yang aku
pelajari dari pertemuan dengannya. Dan semoga dia pun mendapat banyak kebaikan
dari pertemuan kami yang memang sudah dirancang Allah sedemikian rupa. Tak
perlu ada yang patut disesali. Bukankah daun yang jatuh tak pernah membenci
angin. Mengajarkan diri untuk menerima segala bentuk takdir-Nya adalah bagian
dari upaya untuk semakin memahami kehendak Illahi Rabbi. Termasuk rasa takjub
yang masih membekas dihati. Bukankah dengan demikian, harusnya membuat aku
semakin yakin, bahwa kelak pertemuanku dengan seseorang yang namanya sudah
tertulis ribuan tahun silam di Lauhul Mahfudz pasti akan jauh lebih
menakjubkan. Maka yang harus aku lakukan hanyalah tetap taat pada syariat-Nya,
menanti sang pangeran syurga dengan ketaatan. Agar kelak pertemuan dengannya
nanti adalah pertemuan yang diberkahi, yang kelak membawa ribuan kebaikan bukan
hanya untukku dan untuk sang pangeran syurga, tapi juga membawa kebaikan bagi
yang lainnya. Agar kelak ketika pintu halal dibukakan, bobot bumi bertambah
dengan kalimat-kalimat tauhid yang kami perjuangkan bersama-sama demi menggenapi separuh dien yang sudah
diikrarkan.
Tak mengapa bila aku harus melalui episode kehilangan
ini. Tak mengapa, jikalau kehilangan ini kelak mempertemukan aku dengan engkau
yang memang ditakdirkan untukku. Tak mengapa, jikalau kehilangan ini membuatku
semakin berupaya mawas diri agar kelak tak salah mengenalimu dipertemuan kita
nanti. Dan sebagaimana diriku kini berupaya, semoga engkau pun kala ini sedang
berupaya untuk senantiasa dalam ketaatan, menanti saat perjumpaan itu dengan
sepenuh-penuh ketaatan. Semoga pula tegaknya Ad-Dien menjadi cita-cita
perjuanganmu. Agar kelak saat Allah halalkan rindu kita, hidup kita tak melulu
antara aku dan engkau, tapi juga tentang mereka. Mereka yang belum mengenal
keindahan di bawah naungan dien-Nya, dibawah naungan keberkahan dan
ridho-Nya. Allahumma Aamiin.
Setiap kali kumerindukanmu..
Kugantungkan satu lagi bintang penunjuk
Agar kau tak tersesat pulang kepadaku..
Setelah perpisahan kita ribuan tahun silam
Perpisahan yang melintasi dimensi berbeda
Agar kelak saat yang Allah janjikan tiba nanti..
Langit selamanya benderang untukmu..
Dan kita menyatukan kembali janji yg pernah terurai
dibawah naungan cinta-Nya..
(Spesial untuk pangeran syurga- ku.Wherever you
are,whoever you are,,siapapun engkau yang Allah takdirkan menjadi partner
berjuangku meraih syurga dan ridho-Nya, doaku senantiasa menyertai langkah
perjuanganmu. Semoga,,semoga,,semoga,,,Allah senantiasa membimbingmu juga aku
tentunya...selalu dan selamanya,,,Aamiin Ya Rabb..Ya Mujiib,,,)
Best Regard,
.::RahmahArchivienna::
Bumi Holland-allo, 08:21PM
undefined
undefinedundefined
Hidup itu adalah kumpulan
dari berbagai ragam ujian. Entah ujian-ujian kecil yang membuat kita tak pernah
merasa sedang menjalani ujian, ataupun ujian-ujian besar yang membuat kita
babak belur bahkan mungkin berkali-kali mengalami ujian yang sama atau istilahnya
re-medial. (Duh, mau ngomong kalau udah lama gak nulis di blog aja pake prolog
yang mellow gini, dasar si gue emang tipe kepribadiannya melankolis.heuheu)
Ah ya, tapi benar sobat
blogger, seperti hidup, nge-blog juga ada ujiannya ternyata. Setelah mencanangkan program memposting
tulisan ke blog pribadi maksimal seminggu satu tulisan (masih kurang kenceng
niat nulisnya,hoho) dan program itu bisa dikatakan cukup berhasil dengan tolok
ukur munculnya berbagai postingan di blog ini mulai dari postingan mellow hingga
postingan serius yang butuh banyak referensi. Datanglah ujian nge-blog itu,
ujian malas setelah rajin memposting berbagai tulisan pribadi di blog ini. Penyebabnya
hal sepele memang, tapi cukup mengakibatkan traumatis yang berkepanjangan.
Gegara ingin meng-update tampilan blog ini, gue iseng mengutak-ngatik template
blog ini yang berakibat dengan hilangnya berbagai macam tulisan. Dan parahnya
berbagai tulisan yang tak sengaja di delete itu, sebagian besar tulisan hasil
pemikiran serius.
Itulah sebabnya, setiap kali
berkunjung ke blog orang lain, semangat menulis yang menggebu-gebu karena ingin
menulis dengan kaca pandang yang berbeda, tiba-tiba menghilang begitu saja
ketika masuk ke blog milik sendiri. Dikarenakan masih teringat dengan puluhan
tulisan yang menghilang tanpa jejak.
Dan salah satu cara atau solusi
untuk menjaga mood menulis itu adalah dengan menuliskan terlebih dahulu ke program
Word sebelum akhirnya di posting ke blog pribadi. Sebelumnya gue menulis
langsung di blog dan langsung mempublishnya ketika tulisan selesai. Tapi cara
seperti itu ternyata tak bisa mem-backup tulisan ketika terjadi hal-hal yang
tidak diinginkan.
So, happy blogging…..
Best Regard,
.::RahmahArchivienna::
Bumi Holland-allo, 12:15_05.15
(Btw, kapan ya bumi holland-allo nya berubah menjadi Holland a.k.a Netherland.Hehehe, semoga suatu saat nanti. Aamiin Ya Rabb)